Nek Matas adalah nama seorang manusia yang tinggal disebelah kiri mudik sungai Karimawatn (Sungai Mempawah). Pada jaman Nek Matas,antara manusia dengan hantu masih dapat berkomunikasi sebagai mana layaknya manusia satu terhadap yang lain masa kini.
Pada suatu saat, dimusim orang mau mencari/memilih lahan untuk berladang Nek Matas pun melihat-lihat dan mencari calon lahan yang mau digarap jadi ladang. Ia telusuri sepanjang sungai Malinsapm dan terus mudik menuju kesungai Karimawatn.
Semua tempat yang dicarinya baik dilembah, digunung, dibawas yang berbatu dan berawa semua telah digarap oleh hantu. Meskipun demikian, ia tetap saja menelusuri sungai Karimawatn mudik kehulu sampai tidak lagi menemui ladang garapan hantu. Sampailah ia disebuah tempat yang bernama Nanga Sailo/Kuala Sailo yang kini memang ada, terletak di Kec.Mempawah Hulu.
Disana Nek Matas tidak lagi menemui ladang garapan hantu,maka disitulah ia memutuskan untuk menggarap tanah perladangan dan bertanam padi. Adat untuk membuka ladang dan pondok untuk istirahat dan bermalam dibuat.
Setelah semuanya ini selesai, keesokan harinya Nek Matas mulai menebas kayu yang kecil-kecil dengan menggunakan parang sedangkan kayu yang besar-besar, harus ditebang dengan memakai beliung belum ditebangnya. Setelah beberapa hari tebasan Nek Matas sudah selesai, dan pekerjaan selanjutnya untuk menebang kayu yang besar-besar, yang harus menggunakan beliung tidak mengunakan pisu lagi. Sementara belung yang harus di pergunakan belum diberi bakah (paradahnya), karena Nek Matas belum pandai membuat bakah belung.
Beliung itu dipegang pada putingnya lalu langsung dipotongkan pada kayu yang ditebang, sehingga pekerjaan sangat lambat dan susah dilakukan. Dalam sehari, paling banyak hanya dua atau tiga pohon kayu bisa tumbang atau selesai ditebang. Meskpiun demikian, Nek Matas tetap tabah menggunakan beliuang itu karena memang tidak tahu dan terpikir bagaimana membuat paradahnya.
Kira-kira seminggu bekerja, iapun pulang untuk mengambil bahan makanan yang sudah habis selama bermalam. Kampung Nek Matas bernama Karebet Amali’, yang terletak dikaki bukit Ohak Desa Rees Kec. Menjalin sekarang. Jalan yang dilalui Nek Matas harus melintasi ladang-ladang hantu yang telah selesai ditebangi dan siap untuk dibakar.
Disalah satu ladang hantu yang dilalui Nek Matas, ia melihat sebuah beliung yang lengkap dengan paradah dan baakngnya. Nek Matas tertarik, dan membayangkan kalau alat ini digunakan pasti ia akan cepat menyelesaikan pekerjaan. Karena tidak ada yang melihat, ia mengambil beliung itu.
Nek Matas bergegas kembali ke pondok ladangnya yang agak jauh dari ladang hantu tempat ia mencuri beliung. Ia snagat senang menemukan beliung itu dan disepanjang jalan ia terus –menerus mengamati paradah dan baakng beiung milik hantu itu.
Sesampai dipondok, ia menoleh kearah ujung ladangnya yang sudah dilewati dan ia melihat seorang hantu sedang membuntutinya. Maka cepat-cepatlah ia menyembunyikan beliung supaya tidak terlihat hantu, pemiliknya. Hantu itupun sampai dipondok Nek Matas. Hantu itu kemudian bertanya “ Hai Nek Matas, mengapa engkau mencuri beliungku ? “ sahut Nek Matas “ mana ada aku meganmbil beliungmu “ tapi hantu tahu bahwa Nek Mataslah yang mencuri beliungnya. Iapun mendesak “ pasti kaulah yang mencurinya, saya melihat tidak ada orang lain yang pernah lewat diladangku “. Hantu ngotot mebuduh Nek Matas. Meskipun , Nek Matas tetap tidak mau mengaku. Manusia dan hantu ini bertengkar hebat. Akhirnya hantu memperingatkan “ kalau kau tidak mengembalikan beliungku, aku dan kawan-kawanku akan menghabiskan padimu. Semua hama (pasak, panyal, kadoko’ dan empango) akan kupanggil untuk menyerang semua padimu diladang.” Ancam hantu itu.
Mendengar ancaman itu, Nek Matas berencana mengembalikan beliung yang dicurinya. Toh ia berpikir, paradah dan baakng itu telah ditirunya pula. Tapi lain dengan hantu itu, ia tetap tidak senang dengan ketidak jujuran Nek Matas. Ia berencana menghabisi nyawanya. Hantu tetap menuntut Nek Matas secara adat yang sudah berlaku waktu itu.
Nek Matas tampaknya tidak gentar dengan ancaman hantu itu. Ia pun berkata “ baiklah, terserah kamu. Dimana saja kau menuntut aku, aku akan bersedia. Dan dimana saja kau akan mengadu, aku tidak takut “. Mendengar itu, hantu semakin marah. Kemudian hantu memutuskan tempat perkara di Karebet Amali’, dimana Nek Matas tinggal dengan waktu yang ditentukan hantu.
Setelah sampai waktu yang ditentukan, yakni malam hari, maka Nek Matas dan hantu datang di Karebet Amali’. Dipilihlah sebatang pohon yang paling besar dan sudah ada banirnya. Posisi duduk antara Nek Matas dan hantu bukan berhadap-hadapan, melainkan berlindung dibanir pohon tadi. Jadi keduanya tidak bertatap muka.
Hantu mulai mengajukan sebuah pertanyaan pada Nek Matas. “ mengapa engkau lakukan pencurian beliung ku. Bukankah itu pekerjaan yang tidak benar ?. jawab Nek Matas, “ aku memang tahu kalau mencuri itu perbuatan yang tidak benar, tetapi aku sangat tertarik dengan beliungmu yang ada paradah dan baakngya karena kami tidak pandai membuat itu dan ingin menirunya “. Sekarang, apa maumu terhadapku ? lanjut Nek Matas. Mendengar itu, hantu berani bicara. Katanya “ beliungku kau kembalikan, kalau tidak, semua padi diladangmu di nanga sailo akan kumakan habis. Aku akan menjadi hama seperti pasak, panyualm kadoko’ dan empango.”. jawab Nek Matas “ aku memang akan mengembalikan beliungmu. Tapi aku bingung, kenapa lesung itu tidak pandai berjalan ? “. Nek Matas memang berencana mengalihkan perkara supaya tidak ada keputusan, sedangkan hari semakin larut malam dan menjelang dinihari. Kalau dinihari bahkan sampai siang perkara belum putus, maka hantu tentu akan takut dan menyerah. Pikirnya.
Nek Matas memang tidak takut pada malam, apalagi siang hari. jadi memang siasatnya untuk mengulur-ngulur waktu dengan menanyakan hal-hal yang aneh dan tidak masuk akal hantu.
Lau jawab hantu “ memang selama ini lesung tidak pernah berjalan, lalu kapan kau mengembalikan beliungku ? “ jawab Nek Matas, selama lesung belum bisa berjalan, selama itu pula beliung ini belum ku kembalikan. Mendengar itu, hantu heran dan marah. “ kalau begitu maumu, baiklah kuambil lesung dan ku buat ia bisa berjalan “ sahutnya dengan muka mengerikan.
Dan memang, lesung itu bisa berjalan. Nek Matas khawatir, tetapi ia tidak kehabisan akal. Belum sempat mengatur siasat, hantu kemudian bertkata “ sekarang kau kembalikan beliungku “. namun tak dijawab Nek Matas. Ia pun bertanya kepada hantu “ selama ini aku belum pernah mewlihat pohon bamatn ada banirnya “. hantupun mulai tidak bisa menjawab pertanyaan itu. “ benar juga, kenapa bamatn tidak ada banirnya biarpun sudah besar ? “ . waktu sudah menjelang dinihari. Saat hening itu, hantu berkata “ Hai Nek Matas, kau sudah kalah ? “. mengetahui hantu tetap mengejarnya, Nek Matas mencari akal baru. “ Oh..aku belum kalah. Aku masih puas berpikir dan aku masih bingun kenapa semua jenis buah ada tangkainya, ada daunnya, ada batangnya tetapi ada sejenis buah yakni telur tidak ada tangkainya, tidak ada daunnya dan tidak ada batangnya ? “ ujar Nek Matas. Hantu keheranan dan takut tidak mampu menjawabnya.
Benar saja, pertanyaan itu tak terjawab hantu. Selain memang tidak tahu, ia takut kesiangan. “ Padahal perkara belum putus “ rungutnya dalam hati. Seusai perkara ini, hantu itu memang berniat untuk menghabisi Nek Matas. Namun hari telah pagi, burung-burung mulai berkicau. Karena itu, hantu merubah dirinya menjadi tenggiling serai (sangat kecil) dan meninggalkan tempat perkara sambil terus menjauh dan berteriak “ ooooo…Nek Matas, ayo ikut aku “. Suara ini jelas didengar Nek Matas, lau dijawabnya “ nanti dulu, tunggu lesung berjalan, bamatn berbanir dan telur bertangkai “. Hantu semakin jauh, dan tidak kelihatan lagi.
Sampai kini, masyarakat Dayak yang tinggal dikampung-kampung kalau sedang kehutan dan mendengar panggilan panjang atas namanya, padahal ia tidak tahu siapa yang memanggilnya, maka yang bersangkutan akan menjawab “ nanti dulu, tunggu lesung berjalan, bamatn berbanir dan telur bertangkai “. menurut kepercayaan, kalau tidak dijawab seperti itu, yang bersangkutan akan tersesat dan sakit yang berakibat meninggal dunia.
Pada suatu saat, dimusim orang mau mencari/memilih lahan untuk berladang Nek Matas pun melihat-lihat dan mencari calon lahan yang mau digarap jadi ladang. Ia telusuri sepanjang sungai Malinsapm dan terus mudik menuju kesungai Karimawatn.
Semua tempat yang dicarinya baik dilembah, digunung, dibawas yang berbatu dan berawa semua telah digarap oleh hantu. Meskipun demikian, ia tetap saja menelusuri sungai Karimawatn mudik kehulu sampai tidak lagi menemui ladang garapan hantu. Sampailah ia disebuah tempat yang bernama Nanga Sailo/Kuala Sailo yang kini memang ada, terletak di Kec.Mempawah Hulu.
Disana Nek Matas tidak lagi menemui ladang garapan hantu,maka disitulah ia memutuskan untuk menggarap tanah perladangan dan bertanam padi. Adat untuk membuka ladang dan pondok untuk istirahat dan bermalam dibuat.
Setelah semuanya ini selesai, keesokan harinya Nek Matas mulai menebas kayu yang kecil-kecil dengan menggunakan parang sedangkan kayu yang besar-besar, harus ditebang dengan memakai beliung belum ditebangnya. Setelah beberapa hari tebasan Nek Matas sudah selesai, dan pekerjaan selanjutnya untuk menebang kayu yang besar-besar, yang harus menggunakan beliung tidak mengunakan pisu lagi. Sementara belung yang harus di pergunakan belum diberi bakah (paradahnya), karena Nek Matas belum pandai membuat bakah belung.
Beliung itu dipegang pada putingnya lalu langsung dipotongkan pada kayu yang ditebang, sehingga pekerjaan sangat lambat dan susah dilakukan. Dalam sehari, paling banyak hanya dua atau tiga pohon kayu bisa tumbang atau selesai ditebang. Meskpiun demikian, Nek Matas tetap tabah menggunakan beliuang itu karena memang tidak tahu dan terpikir bagaimana membuat paradahnya.
Kira-kira seminggu bekerja, iapun pulang untuk mengambil bahan makanan yang sudah habis selama bermalam. Kampung Nek Matas bernama Karebet Amali’, yang terletak dikaki bukit Ohak Desa Rees Kec. Menjalin sekarang. Jalan yang dilalui Nek Matas harus melintasi ladang-ladang hantu yang telah selesai ditebangi dan siap untuk dibakar.
Disalah satu ladang hantu yang dilalui Nek Matas, ia melihat sebuah beliung yang lengkap dengan paradah dan baakngnya. Nek Matas tertarik, dan membayangkan kalau alat ini digunakan pasti ia akan cepat menyelesaikan pekerjaan. Karena tidak ada yang melihat, ia mengambil beliung itu.
Nek Matas bergegas kembali ke pondok ladangnya yang agak jauh dari ladang hantu tempat ia mencuri beliung. Ia snagat senang menemukan beliung itu dan disepanjang jalan ia terus –menerus mengamati paradah dan baakng beiung milik hantu itu.
Sesampai dipondok, ia menoleh kearah ujung ladangnya yang sudah dilewati dan ia melihat seorang hantu sedang membuntutinya. Maka cepat-cepatlah ia menyembunyikan beliung supaya tidak terlihat hantu, pemiliknya. Hantu itupun sampai dipondok Nek Matas. Hantu itu kemudian bertanya “ Hai Nek Matas, mengapa engkau mencuri beliungku ? “ sahut Nek Matas “ mana ada aku meganmbil beliungmu “ tapi hantu tahu bahwa Nek Mataslah yang mencuri beliungnya. Iapun mendesak “ pasti kaulah yang mencurinya, saya melihat tidak ada orang lain yang pernah lewat diladangku “. Hantu ngotot mebuduh Nek Matas. Meskipun , Nek Matas tetap tidak mau mengaku. Manusia dan hantu ini bertengkar hebat. Akhirnya hantu memperingatkan “ kalau kau tidak mengembalikan beliungku, aku dan kawan-kawanku akan menghabiskan padimu. Semua hama (pasak, panyal, kadoko’ dan empango) akan kupanggil untuk menyerang semua padimu diladang.” Ancam hantu itu.
Mendengar ancaman itu, Nek Matas berencana mengembalikan beliung yang dicurinya. Toh ia berpikir, paradah dan baakng itu telah ditirunya pula. Tapi lain dengan hantu itu, ia tetap tidak senang dengan ketidak jujuran Nek Matas. Ia berencana menghabisi nyawanya. Hantu tetap menuntut Nek Matas secara adat yang sudah berlaku waktu itu.
Nek Matas tampaknya tidak gentar dengan ancaman hantu itu. Ia pun berkata “ baiklah, terserah kamu. Dimana saja kau menuntut aku, aku akan bersedia. Dan dimana saja kau akan mengadu, aku tidak takut “. Mendengar itu, hantu semakin marah. Kemudian hantu memutuskan tempat perkara di Karebet Amali’, dimana Nek Matas tinggal dengan waktu yang ditentukan hantu.
Setelah sampai waktu yang ditentukan, yakni malam hari, maka Nek Matas dan hantu datang di Karebet Amali’. Dipilihlah sebatang pohon yang paling besar dan sudah ada banirnya. Posisi duduk antara Nek Matas dan hantu bukan berhadap-hadapan, melainkan berlindung dibanir pohon tadi. Jadi keduanya tidak bertatap muka.
Hantu mulai mengajukan sebuah pertanyaan pada Nek Matas. “ mengapa engkau lakukan pencurian beliung ku. Bukankah itu pekerjaan yang tidak benar ?. jawab Nek Matas, “ aku memang tahu kalau mencuri itu perbuatan yang tidak benar, tetapi aku sangat tertarik dengan beliungmu yang ada paradah dan baakngya karena kami tidak pandai membuat itu dan ingin menirunya “. Sekarang, apa maumu terhadapku ? lanjut Nek Matas. Mendengar itu, hantu berani bicara. Katanya “ beliungku kau kembalikan, kalau tidak, semua padi diladangmu di nanga sailo akan kumakan habis. Aku akan menjadi hama seperti pasak, panyualm kadoko’ dan empango.”. jawab Nek Matas “ aku memang akan mengembalikan beliungmu. Tapi aku bingung, kenapa lesung itu tidak pandai berjalan ? “. Nek Matas memang berencana mengalihkan perkara supaya tidak ada keputusan, sedangkan hari semakin larut malam dan menjelang dinihari. Kalau dinihari bahkan sampai siang perkara belum putus, maka hantu tentu akan takut dan menyerah. Pikirnya.
Nek Matas memang tidak takut pada malam, apalagi siang hari. jadi memang siasatnya untuk mengulur-ngulur waktu dengan menanyakan hal-hal yang aneh dan tidak masuk akal hantu.
Lau jawab hantu “ memang selama ini lesung tidak pernah berjalan, lalu kapan kau mengembalikan beliungku ? “ jawab Nek Matas, selama lesung belum bisa berjalan, selama itu pula beliung ini belum ku kembalikan. Mendengar itu, hantu heran dan marah. “ kalau begitu maumu, baiklah kuambil lesung dan ku buat ia bisa berjalan “ sahutnya dengan muka mengerikan.
Dan memang, lesung itu bisa berjalan. Nek Matas khawatir, tetapi ia tidak kehabisan akal. Belum sempat mengatur siasat, hantu kemudian bertkata “ sekarang kau kembalikan beliungku “. namun tak dijawab Nek Matas. Ia pun bertanya kepada hantu “ selama ini aku belum pernah mewlihat pohon bamatn ada banirnya “. hantupun mulai tidak bisa menjawab pertanyaan itu. “ benar juga, kenapa bamatn tidak ada banirnya biarpun sudah besar ? “ . waktu sudah menjelang dinihari. Saat hening itu, hantu berkata “ Hai Nek Matas, kau sudah kalah ? “. mengetahui hantu tetap mengejarnya, Nek Matas mencari akal baru. “ Oh..aku belum kalah. Aku masih puas berpikir dan aku masih bingun kenapa semua jenis buah ada tangkainya, ada daunnya, ada batangnya tetapi ada sejenis buah yakni telur tidak ada tangkainya, tidak ada daunnya dan tidak ada batangnya ? “ ujar Nek Matas. Hantu keheranan dan takut tidak mampu menjawabnya.
Benar saja, pertanyaan itu tak terjawab hantu. Selain memang tidak tahu, ia takut kesiangan. “ Padahal perkara belum putus “ rungutnya dalam hati. Seusai perkara ini, hantu itu memang berniat untuk menghabisi Nek Matas. Namun hari telah pagi, burung-burung mulai berkicau. Karena itu, hantu merubah dirinya menjadi tenggiling serai (sangat kecil) dan meninggalkan tempat perkara sambil terus menjauh dan berteriak “ ooooo…Nek Matas, ayo ikut aku “. Suara ini jelas didengar Nek Matas, lau dijawabnya “ nanti dulu, tunggu lesung berjalan, bamatn berbanir dan telur bertangkai “. Hantu semakin jauh, dan tidak kelihatan lagi.
Sampai kini, masyarakat Dayak yang tinggal dikampung-kampung kalau sedang kehutan dan mendengar panggilan panjang atas namanya, padahal ia tidak tahu siapa yang memanggilnya, maka yang bersangkutan akan menjawab “ nanti dulu, tunggu lesung berjalan, bamatn berbanir dan telur bertangkai “. menurut kepercayaan, kalau tidak dijawab seperti itu, yang bersangkutan akan tersesat dan sakit yang berakibat meninggal dunia.
This entry was posted on Rabu, 19 Januari 2011 at Rabu, Januari 19, 2011 and is filed under Cerita Rakyat. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.