Deskripsi umum materi
Bab ini akan membahas tentang pengembangan kinerja Guru dengan didahului oleh penjelasan konsep Kinerja secara umum, faktor pembentuk kinerja, model-model kinerja dan penilaian kinerja serta fungsinya. Disamping itu dibahas juga kinerja guru berkaitan dengan proses pembelajaran serta kinerja dalam pengembangan profesi, dan guna memahami makna dari pengembangan profesi juga diungkapkan tentang makna profesi serta pengembangan profesi guru sebagai tenaga pendidik.
· Tujuan Pembelajaran
Dengan mempelajari dan mendiskusikan Bab ini, Mahasiswa pembelajar akan dapat lebih memahami tentang konsep pengembangan kinerja serta konsep-konsep yang terkait dengannya dan aplikasinya dalam konteks peran guru sebagai tenaga pendidik. Oleh karena itu setelah mengkaji bahasan dalam bab ini, Mahasiswa pembelajar diharapkan dapat :
o Menjelaskan makna Kinerja
o Menjelaskan faktor-faktor pembentuk kinerja
o Menjelaskan teori-teori/model-model kinerja
o Menjelaskan makna manajemen kinerja
o Menjelaskan makna pengembangan Kinerja dan prosesnya
o Menjelaskan makna pengembangan kinerja guru
o Menjelaskan tugas guru dalam pembelajaran
o Menjelaskan tugas guru dalam pengembangan profesi
A. Pendahuluan
Dalam tataran mikro teknis, Guru sebagai tenaga pendidik merupakan pemimpin pendidikan, dia amat menentukan dalam proses pembelajaran di kelas, dan peran kepemimpinan tersebut akan tercermin dari bagaimana guru melaksanakan peran dan tugasnya, ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran/pendidikan yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelasaikan sekolah.
Kinerja Guru pada dasarnya merupakan kinerja atau unjuk kerja yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas hasil pendidikan, karena guru merupakan fihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah. Dan untuk memahami apa dan bagaimana kinerja guru itu, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang makna Kinerja serta bagaimana mengelola kinerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien
B. Konsep Kinerja
Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance (Job Performance), secara etimologis performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedang kata performance berarti “The act of performing; execution”( Webster Super New School and Office Dictionary ), menurut Henry Bosley Woolf performance berarti “The execution of an action” (Webster New Collegiate Dictionary ) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering juga diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman akan maknanya
Tabel 5.1. Pendapat Para Pakar tentang pengertian kinerja
No | Pengertian kinerja | Pendapat |
1. | Performance diartikan sebagai hasil pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan | (Pariata Westra et al. 1977:246). |
2. | kinerja adalah proses kerja dari seorang individu untuk mencapai hasil-hasil tertentu, | Bateman (1992:32) |
3. | Prestasi Kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang disasari oleh pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu, | Nanang Fattah (1999:19) |
4. | Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specific time period | Bernardin dan Russel dalam Ahmad S Ruky (2001:15) |
5. | Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. | A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67) |
6. | basically, it (performance) means an outcome – a result. It is the end point of people, resources and certain environment being brought together, with intention of producing certain things, whether tangible product or less tangible service. To the extent that this interaction results in an outcome of the desired level and quality, at agreed cost levels, performance will be judged as satisfaktory, good, or excellent. To the extent that the outcome is disappointing, for whatever reason, performance will be judged as poor or deficient | Murray Ainsworth et.el (2002:3) |
Dari beberapa pengetian kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Dengan demikian istilah kinerja mempunyai pengertian akan adanya suatu tindakan atau kegiatan yang ditampilkan oleh seseorang dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Kinerja seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut A. Dale Timpe dalam bukunya Performance sebagaimana dikutip oleh Ch. Suprapto (1999:14) dikemukakan bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis.
Keterampilan diperlukan dalam kinerja karena keterampilan merupakan aktivitas yang muncul dari seseorang akibat suatu proses dari pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tingkat keterampilan berhubungan dengan apa yang “dapat dilakukan”, sedangkan “ upaya” berhubungan dengan apa yang “akan dilakukan”. Kondisi eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat dilingkungannya yang mempengaruhi kinerja. Kondisi eksternal merupakan fasilitas dan lingkungan kerja yang mendukung produktivitas/kinerja karyawan, interaksi antara faktor internal dengan eksternal untuk menghasilkan sesuatu dengan kualitas tertentu merupakan unsur yang membentuk kinerja, ini sejalan dengan pendapat
Dalam mencapai tujuan tidak terlepas dari unsur manusia dan unsur non manusia. Oleh karena itu, kinerja yang ditunjukan oleh unsur-unsur tersebut akan menunjukan kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai pegawai akan selalu dituntut tentang sejauh mana kinerja pegawai tersebut dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya, apakah mereka berkinerja tinggi/memuaskan atau berkinerja rendah/jelek. Dengan demikian, seorang pegawai dalam penilaian kerja oleh atasannya selalu dihubungkan dengan kinerja.
Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seseorang dalam memperoleh hasil kerja yang optimal. Sejalan dengan itu menurut pendapat Sedarmayanti (1995:53) pengertian kinerja dengan menunjuk pada ciri-cirinya sebagai berikut : “Kinerja dalam suatu organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain : Kualitas hasil kerja, Ketepatan waktu, Inisiatif, Kecakapan, Komunikasi yang baik”. berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dan dapat diperlihatkan melalui kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan dan komunikasi yang baik.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja
Kinerja menunjukan suatu penampilan kerja seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam suatu lingkungan tertentu termasuk dalam organisasi. Dalam kenyataannya, banyak faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang, sehingga bila diterapkan pada pekerja, maka bagimana dia bekerja akan dapat menjadi dasar untuk menganalisis latar belakang yang mempengaruhinga . Menurut Sutermeister (1976:45) produktivitas ditentukan oleh kinerja pegawai dan teknologi, sedangkan kinerja pegawai itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu kemampuan dan motivasi. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Technology |
Ability |
Motivation |
Productivity |
Employee Performance |
Gambar 5.1. Faktor-faktor pembentuk Produktivitas
(Sumber : Sutermeister 1976:45)
Sementara itu Gibson et al (1995: 56), memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor–faktor yang berpengaruh terhadap performance/kinerja, yaitu :
a. Variabel Individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal – usul, jenis kelamin).
b. Variabel Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
c. Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
pendapat tersebut menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi.
Sementara itu Zane K. Quible (2005:214) berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manyatakan: “basic human traits affect employees’ job related behaviour and performance. These human traits include ability, aptitude, perception, values, interest, emotions, needs and personality”. Ability atau kemampuan akan menentukan bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaan, bakat akan berperan dalam membantu melaksanakan pekerjaan jika ada kesesuaian dengan jenis pekerjaannya, demikian juga halnya dengan persepsi, konsep diri, nilai-nilai, minat, emosi, kebutuhan dan kepribadian. Semua itu akan berpengaruh terhadap dorongan (motivasi) seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian kajian tentang kinerja memerlukan juga pembahasan tentang motivasi sebab prilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak terlepas dari dorongan yang melatarbelakanginya.
Dorongan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik, dorongan intrinsik merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang dan mengarah pada suatu objek tertentu untuk berbuat atau berprilaku, sementara dorongan ekstrinsik merupakan dorongan akibat rangsangan-rangsangan dari luar yang dalam hal ini faktor organisasi dan kepemimpinan dapat dipandang sebagai contoh faktor eksternal yang akan mempengaruhi pada kinerja seseorang dalam organisasi.
Kedua dorongan tersebut dapat berjalan sendiri-sendiri maupun bersamaan, perwujudan dalam bentuk prilaku pada dasarnya menunjukan tentang intensitas dorongan tersebut, dimana bila intensitasnya rendah maka kecenderungan prilakunya pun akan menunjukan kualitas yang rendah demikian juga sebaliknya, oleh karena itu pemahaman tentang motivasi dapat memperdalam pemahaman tentang apa dan bagaimana prilaku seseorang dalam mengerjakan sesuatu baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan organisasi. Dorongan merupakan daya penggerak kinerja, namun demikian tanpa dibarengi dengan kemampuan, kinerja yang akan terwujud tidak akan optimal sesuai dengan yang diharapkan
James M. Higgins (1982:28) dalam bukunya Human Relations, Concept and Skills mengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan kinerja “A cyclical Model of the Motivation/Performance Process” dalam bentuk bagan nampak seperti dalam gambar 2.8. Dari gambar tersebut, nampak bahwa Kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, baik yang bersifat internal yang melekat dalam individu itu sendiri maupun yang bersifat eksternal dari lingkungan kerja, juga Dari bagan tersebut di atas dapat deperoleh beberapa pemahaman tentang kinerja dan motivasi, dengan disatukannya kedua hal tersebut sebagai unsur yang dipengaruhi oleh berbagai faktor menunjukan bahwa kinerja dan motivasi merupakan sesuatu yang terus menerus berinteraksi, kinerja merupakan dimensi perwujudan dari prilaku sedangkan motivasi merupakan dimensi internal dari prilaku seseorang. Pertama ada faktor kebutuhan yang perlu dipuaskan dan perwujudannya ditentukan oleh bagaimana sikap manajer dan organisasi dalam berupaya memenuhinya, keadaan ini akan diikuti dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh organisasi dalam menawarkan pemuas kebutuhan tersebut. Penawaran pemuasan tersebut akan diperhatikan dan direspon sesuai dengan pertimbangan perbandingan antara
3.organization and manager offer needs satisfier, reward | ||||
2. are organizational and manager aware of needs?, willing and able to offer needs satisfier | 4.employee contemplate or does not contemplate consequences of actions | |||
MOTIVATION/ PERFORMANCE CYCLE | ||||
1.needs–unsatisfied Satisfied | 5.employee is motivated to expend effort | |||
10. will employee continue to be motivated in the same way ? | 6. Does Employee Have sufficient training and abilities, what are perceived role and objective, are job design, tools, technology appropriate | |||
9.individual examines situation or not | 8. .needs satisfiers reward given | 7. performance |
Gambar 5.2. Motivation/Performance cycle Model
(Sumber : James M. Higgins, 1982)
pemuas dan tindakan yang disyaratkan atau diminta oleh organisasi, jika penilaian terhadap pemuas kebutuhan tersebut positif maka seseorang (pekerja) akan terdorong untuk melakukan atau meningkatkan upaya-upaya dalam melaksanakan pekerjaan, namun upaya tersebut tidaklah cukup melainkan perlu dibarengi dengan kemampuan yang berkaitan dengan pekerjaan yang harus dilakukannya, kombinasi antara upaya yang termotivasi dengan kemampuan akan melahirkan kinerja, dengan kinerja yang telah diwujudkan maka akan diperoleh pemuas kebutuhan, kemudian hal itu akan dinilai oleh pekerja yang kemudian akan memutuskan apakah akan melanjutkan dengan kinerja yang sama atau tidak.
Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1994:484) yang dikutip oleh A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001:67) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motivasi tinggi.
2. Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
berdasarkan pendapat ahli di atas jelaslah bahwa faktor kemampuan dapat mempengaruhi kinerja karena dengan kemampuan yang tinggi maka kinerja pegawaipun akan tercapai, sebaliknya bila kemampuan pegawai rendah atau tidak sesuai dengan keahliannya maka kinerjapun tidak akan tercapai. Begitu juga dengan faktor motivasi yang merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
Sementara itu Ainsworth, et al. (2002 : 22) mengemukakan model kinerja yang komprehensif, dimana dikatakan bahwa kinerja (performance = P) merupakan fungsi dari kejelasan peran (role clarity = Rc), kompetensi (competence = C), lingkungan (environment = E), nilai (value = V), kesesuaian preferensi (preferences fit = Pf), imbalan (reward =Rw) ditambah umpan balik (feedback = F). Secara matematis model kinerja tersebut dapat diformulasikan menjadi:
P = Rc x C x E x V x Pf x Rw + F
Dimana: P (Per/ormance) Didetinisikan dan diukur dengan cara-cara yang tepat. Apakah P = produktivitas (bisa dikuantifikasi) atau apakah P = kinerja (pertimbnagan kualitatif) atau apakah P = mungkin (pertimbangan subjektif yang tinggi). Rc (role clarity) Apakah orang-orang sebaiknya bekerja satu demi satu dan kolektif, apa yang diharapkan dari mereka? , Kompetensi (competence) Apakah orang-orang memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengerjakan apa yang diharapkan dari mereka?, Kekurangan-kekurangan apa yang mungkin ada? Pengetahuan dan ketrampilan apa yang dibutuhkan sekarang? Apa yang dibutuhkan di masa yang akan datang?.
Lingkungan (environment) adalah elemen-elemen yang diperlukan untuk mengerjakan seseuatu secara kondusif yang terdiri dari : (1) lingkungan fisik – alat-alat dan kondisi fisik tempat kerja, (2) lingkungan manusia faktor-faktor kelompok seperti: kecocokan; keterpaduan tim; dan faktor penting kepemimpinan, dan (3) lingkungan organisasi – kejelasan dari struktur, sistem, titik berat dan prioritas komunikasi, dan budaya di tempat kerja. Nilai (value) Apakah orang-orang secara umum menerima apa yang mereka minta untuk dikerjakan dan apa yang dilakukan oleh organisasi tidak keliru?. Kesesuaian preferensi (preference fit) Apakah orang-orang secara umum mengetahui aktivitas pekerjaan yang mereka inginkan? Pada tingkat mana preferensi dan permintaan individual dari pekerjaan memperlihatkan kesesuaian bersama untuk mempengaruhi kepuasan kerja, manajemen tim di antara kebebasan menentukan waktu dan tugas-tugas khusus yang bisa, kesiapan untuk bekerja di luar jam normal (bila relevan), dan retensi bakat. Imbalan (reward) Apakah orang-orang diberikan penghargaan dengan tepat menurut harapan, kinerja, motivasi individual, dan kebutuhan mereka untuk umpan balik? Imbalan di sini mungkin mencakup eksplisit (sesuatu yang manajer atau organisasi tentukan atau katakan) atau intrinsik terhadap pekerjaan langsung (imbalan yang memotivasi individu secara).
Sedangkan Umpan balik (feedback) adalah salah satu ketrampilan kunci di dalam mengembangkan dan memelihara kinerja yang baik adalah memberikan umpan bailk. Bila pemberian umpan balik dilakukan dengan balk maka akan dapat membantu memecahkan masalah, mengurangi ketidakpastian, membangun hubungan kerja yang positif, membangun kepercayaan dan kerja tim yang efektif, dan memperbaiki kualitas kerja. Umpan balik yang diberikan bisa positif dan negatif. Sementara itu Dale Furtwengler (2000:90-92) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kinerja adalah : Keterampilan innterpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk perubahan, kreativitas, keterampilan berkomunikasi, dan inisiatif
Dari beberapa pendapat Pakar sebagaimana dikemukakan terdahulu, bila digabungkan nampak bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi Kinerja yaitu : Kemampuan (ability), Motivasi, Bakat (aptitude), Persepsi (perception), Kreativitas, inisiatif, Nilai-nilai (values), imbalan (reward =Rw), Minat (interest), Emosi (emotions), Kebutuhan (needs), Kepribadian (personality), Kejelasan peran (role clarity = Rc), Kompetensi (competence = C), Lingkungan (environment = E), Nilai (value = V), Kesesuaian preferensi (preferences fit = Pf), Umpan balik (feedback = F), Keterampilan innterpersonal, Mental untuk sukses, Terbuka untuk perubahan, Keterampilan berkomunikasi
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja pegawai akan efektif apabila memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, dan ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai kearah yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan tuntutan perubahan, jelas menuntut pencermatan akan faktor-fakor tersebut, baik itu faktor dari dalam (intern) individu itu sendiri maupun faktor ekstern. Hal inipun berlaku dalam kaitannya dengan kinerja inovatif, dimana jika kinerja inovatif ingin ditumbuh kembangkan dalam suatu organisasi, maka kondisi-kondisi/faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya perlu mendapat perhatian, sehingga kebijakan pimpinan dalam organisasi dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terwujudnya hal tersebut.
D. Manajemen Kinerja
Secara umum, Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635), Sumberdaya manusia dalam organisasi akan berperan dalam kegiatan organisasi melalui kinerjanya dalam menjalankan tugas dan peran yang diembannya dalam organisasi. Oleh karena itu kontribusi Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam melaksanakan tugas dan perannya agar dapat memberikan kontribusi optimal dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi, sehingga mereka dapat memberi sumbangan yang makin meningkat bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32). Aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Sementara itu, menurut Barney (Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu terus dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh manajemen Sumber Daya Manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan sumber-sumber lain Mathis (2001:4) menyimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut (a) perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas tenaga kerja; (c) kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d) restrukturisasi organisasi. Oleh karena itu mengelola Sumberdaya manusia menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak pada kesulitan organisasi menghadapi berbagai tantangan dalam pencapaian tujuannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja individu yang berperan dalam organisasi, yang pada gilirannya akan berdampak pada pada kinerja organisasi, ketepatan memanfaatkan dan mengembangkan Kinerja Sumber Daya Manusia serta mengintegrasikannya dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi hal penting bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut Lunenburg dan Ornstein (2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia, terdapat enam program yaitu :
1. Human resource planning
2. Recruitment
3. Selection
4. Professional develepment
5. Performance appraisal
6. Compensation
Human resource planning merupakan perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil. Recruitment adalah paya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya Manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah selection untuk menentukan persenonil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.
Apabila Personil yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia yang amat diperlukan adalah Professional development atau pengembangan profesional yang merupakan upaya untuk memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan ini maka diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan kebijakan kompensasi (compensation) serta pengembangan kinerja dan karir personil.
Manajemen Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara atau metode dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar dapat mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat mengembangkan kompetensi dan kinerja Sumber Daya Manusia dalam menjalankan peran dan tugasnya dalam suatu organisasi, oleh karena itu tujuan dari Manajemen Sumber Daya Manusia adalah memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam organisasi untuk bekerja dengan baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Wherther dan Davis (1993:10) ”the purpose of human resources management is to improve the productive contribution of people to the organization in an ethical and sosially responsible way”. Sementara itu secara rinci Wherther dan Davis (1993:11) menyatakan bahwa tujuan dari pada manajemen sumberdaya manusia adalah :
a. ”Societal objective. To be ethically and sosially responsible to the needs and challange of society while minimizing the negative impact of such demand upon thr organization
b. Organizational objective. To recognize that human resource management exists to contribute to organizational effectiveness. Human resource management is not an end in itself; it is only a means to assist the organization with its primary objectives. Simply stated, the departement exists to serve the rest of the organization
c. Functional objective. To maintain the department’s contribution at a level appropriate to the organization’s needs. Resourcesare wasted when human resource management is more or less sophisticated than the organization demand. The department’s level of service must be tailored to the organization it serve
d. Personal objective. To assisst employees in achieving their personal goal, at least insofar as these goals enhance the individual’s contribution to the organization. Personal objective of employees must be met if workers are to be maintained, retained, and motivated. Otherwise, employee performance and satisfaction may decline, and employees may leave the organization”
Manajemen Sumberdaya manusia mempunyai tujuan yang luas dari mulai tujuan kemasyarakatan sampai tujuan personal, dalam hubungan ini upaya mengelola Kinerja pegawai pada dasarnya merupakan upaya untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuannya dalam konteks peningkatan kontribusi kinerjanya bagi organisasi. Oleh karenanya, Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai salah satu bagian dari Manajemen Organinisasi secara keseluruhan jelas akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya, karena pada dasarnya semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena adanya aktivitas dan kinerja Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam organisasi. Dengan demikian nampak bahwa manajemen sumberdaya manusia sangat penting peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga pendidikan seperti sekolah yang juga memerlukan pengelolaan Sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi melalui pengembangan kinerja individu yang bekerja di dalamnya.
Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai Sumber Daya Manusia pendidikan baik Pendidik maupun Sumber Daya Manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas Sumber Daya Manusia yang makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan kinerja yang inovatif serta siap dan mampu dalam menghadapi ketatnya persaingan.
Pengembangan Sumber Daya Manusia pendidik/Guru menjadi faktor yang akan sangat menentukan dalam mendorong kinerja Guru agar semakin meningkat. Peningkatan tersebut tidak hanya berimplikasi kuantitas namun juga kualitas mengenai bagaimana kinerja mereka dilaksanakan, dan dalam kontek perubahan dewasa ini kinerja inovatif menjadi suatu tuntutan yang makin mendesak untuk dapat dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai pendidik sehingga dapat melahirkan lulusan yang kreatif dan inovatif yang dapat bersaing di era global dewasa ini. Dengan demikian upaya untuk terus mengembangkan kinerja guru menjadi suatu yang berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, dan hal ini memerlukan manajemen kinerja yang tepat sesuai dengan konteks organisasi sekolah.
a. Konsep manajemen Kinerja
Meningkatnya kualitas Sumberdaya manusia akan termanifestasikan dalam Kinerja SDM dalam melaksanakan tugas dan peran yang diembannya sesuai dengan tuntutan Organisasi, oleh karena itu upaya mengelola dan mengembangkan Kinerja individu dalam organisasi menjadi hal yang sangat penting dalam membangun dan mengembangkan kemampuan organisasi untuk dapat berperan optimal dalam masyarakat. Dalam hubungan ini, maka Manajemen Kinerja menjadi faktor yang sangat strategis dalam upaya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan Kinerja Individu sesuai dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan internal organisasi, maupun tuntutan akibat dari factor eksternal, untuk itu berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tentang Manajemen Kinerja untuk memberi pemahaman lebih jauh tentang Manajemen Kinerja.
Tabel 5.2. Pendapat para Pakar tentang Manajemen Kinerja
No | Pengertian Manajemen kinerja | Pendapat |
1. | Performance Management… the process of identifying, evaluating, and developing the work performance of employees in the organization | Russel Landsbury dalam Stone (1991:92). |
2. | Performance management is a means of getting better results from the organization, teams, and individuals by understanding and managing performance withing an agreed framework of planned goal, standards and attribute/competence requirement | (Armstrong, 1995:23) |
3. | Manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya | Bacal (2001:3) |
4. | Manajemen kinerja berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk “merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan | Ruky (2001:6) |
5. | Performance management.. means through which managers ensure that employees’ activities and output congruent with the organization’s goals | (Noe, et al., 2006:71) |
6. | Performance management. A broad process that requires managers to define, facilitate, and encourage performance by providing timely feedback and constantly focusing everyone’s attention on the ultimate objective | (Cascio, 2006:683) |
7. | Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pad akinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi | Wibowo (2007:9) |
8. | Performance management.. is the process by which executives, managers, supervisors work to align employee performance with the firm’s goals | (Ivancevich, 2007:251) |
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa manajemen kinerja merupakan suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik kinerja individu, team, maupun organisasi kearah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan antara pimpinan dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai pusat perhatian dalam meningkatkan dan mengembangkan kinerja individu dan tim agar dapat memberi kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi.
Dengan demikian manajemen kinerja dalam suatu organisasi menempati posisi penting dalam meningkatkan kinerja organisasi yang akan sangat menentukan bagi keberlangsungan organisasi dalam menjawab dan mengantisipasi perubahan yang terjadi akibat globalisasi dengan tingkat persaingan yang makin tinggi. Darryl D. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor kuat yang mendorong pada makin pentingnya manajemen kinerja yaitu :
· Competition
· An increase in customer knowledge and demand
· Rapid technology changes
· Human resources needs and desires
· The human being have a powerful need to be competent
· Incredible and growing knowledge availability
Dengan kondisi yang demikian, maka upaya untuk terus mengembangkan kinerja ke arah yang lebih sesuai dengan tujuan organisasi serta tuntutan perubahan menjadi suatu hal yang sangat strategis dalam suatu organisasi, apalagi bila mengingat bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat sangat cepat dan memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, oleh karena itu manajemen kinerja dapat menjadi cara yang tepat dan menentukan bagi upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dari mulai tingkatan strategis organisasi sampai dengan tingkatan individu dalam menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi.
b. Tujuan Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja mempunyai cakupan yang luas dari mulai tingkatan organisasi sampai dengan tingkatan individu pegawai, hal ini sejalan dengan pendapat Murray Ainsworth, Smith dan Millership (2002) yang menyatakan bahwa manajemen kinerja dapat dilihat dari sudut Organisasi, dari sudut tim dan individu. Dari sudut organisasi, manajemen kinerja menunjukan kinerja organisasi yang mencakup konsep visi, spesifikasi misi, pengembangan strategi serta spesifikasi tujuan, sementara itu dari sudut tim dan individu manajemen kinerja menunjukan kinerja individu atau tim yang mencakup perencanaan untuk individu atau tim, pengukuran kinerja, penilaian kinerja, dan diagnosis serta bantuan bagi individu atau kelompok untuk mengembangkan kinerjanya
Manajemen kinerja menduduki peran penting baik dilihat dari segi individu maupun organisasi dalam kegiatan suatu organisasi, hal ini karena pada dasarnya Manajemen Kinerja dapat membantu upaya organisasi dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi, Performance Management is a process which is designed to improve organizational, team and individual performance and which is owned and driven by line managers (Armstrong, 1995:13). Menurut Bacal (2001:4) manajemen kinerja meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
· fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan
· seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi
· apa arti konkritnya “melakukan pekerjaan dengan baik”
· bagaimana karyawan dan penyelia bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
· bagaimana prestasi kerja diukur
· mengenali bagaimana hambatan kinerja dan bagaimana menyingkirkannya
manajemen kinerja menduduki posisi strategis dalam suatu organisasi, upaya untuk terus meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dalam menghadapi tuntutan dan tantangan yang datang baik dari dalam maupun dari luar akan sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi mengelola kinerjanya dalam melaksanakan perannya di masyarakat. Kedudukan penting dari manajemen kinerja tersebut disebabkan oleh tujuannya yang secara spesifik untuk meningkatkan/memperbaiki pencapaian tujuan, pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang menyeluruh serta untuk meningkatkan keefektifan kinerja sehari-hari (Armstrong, 1995:23), dengan demikian tujuan utama dari sistem manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi, tim dan individu dalam suatu keterkaitan (Ainsworth, et al, 2002:29).
Selain menciptakan keterkaitan antara tataran organisasi dan individu, serta penentuan target kinerja, langkah lainnya yang sama penting dalam konteks manajemen kinerja adalah menentukan :
· when and how the individual receives feedback and coaching about progress he or she is making against these targets
· how these targets are reiviewed
· what assistance he or she needs to meet these targets, and
· what specific training and development he or she needs, both ini the short and in the longer term (Ainsworth, et al, 2002:30)
Manajemen kinerja akan dapat membantu organisasi dalam mengintegrasikan tujuan organisasi, team dan individu serta guna mencapai suatu perubahan budaya dan prilaku dalam kinerja melalui upaya pemberdayaan dan pengembangan personal pegawai sehingga dapat dicapai suatu tingkat kinerja organisasi yang tinggi secara keseluruhan, sementara itu Carnegie Human Resources Management (2007:3) menyatakan sebagai berikut
Performance management is a continuous process of supervisors and employees working together to:
· Set performance expectations linked to organizational objectives;
· Establish criteria against which individual and unit performance can be measured;
· Identify areas for competency improvement;
· Provide performance feedback;
· Continually enhance performance.
The goal of performance management is to help employees improve their performance and their effectiveness.
Proses kerjasama yang terus menerus antara pimpinan/supervisor dan pekerja menjadi hal utama dalam manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja yang terkait dengan tujuan organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan upaya perbaikan, menyediakan umpan balik serta peningkatan/pengembangan kinerja yang berkesinambungan.
Armstrong (1995:25), secara lebih rinci mengemukakan tujuan dari manajemen kinerja mencakup hal-hal berikut:
· Achieve sustainable improvements in organizational performance
· act as a lever for change in developing a more performance orientated culture
· increase the motivation ond commitment of employees
· enable individuals to develop their abilities
· develop constructive and open relationships between individuals and their managers
· provide a framework for the agreement of objectives as expressed in targets and standards of performance
· focus attention on the attributes and competences required to perform effectively and what should be done to develop them
· provide for accurate and objective measurement and assessment of performance
· to enable individual with their managers to agree improvement plans and methods of implementing them
· provide opportunity for individuals to express their aspiration and concerns about their work
· provide a basis for rewarding people
· demonstrate to everyone that organization values them as individuals
· assist in empowering people – giving people more scope to take responsibility for the exercise control over their work
· help to retain high quality people
· support total quality management initiatives
tujuan manajemen kinerja sebagaimana dekemukakan di atas, menunjukan suatu keterkaitan antara tujuan yang bersifat organisasi dan tujuan individu dalam konteks organisasi, hal penting berkaitan dengan pegawai adalah tujuan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai dalam memberikan kontribusi bagi organisasi, ini berimplikasi pada perlunya organisasi mendorong pada terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap pegawai mengembangkan kompetensi dan kemampuannya dalam mengembangkan kinerja mereka dalam organisasi, dan upaya tersebut jelas merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam kerangka membangun dan mengembangkan organisasi agar lebih mampu dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan yang terjadi di masyarakat.
c. Proses manajemen Kinerja
Manajemen kinerja merupakan suatu proses sistematis, terdiri dari langkah-langkah yang mencakup perencanaan kinerja, riview dan diskusi kinerja, evaluasi kinerja dan tindakan adaptif dan korektif untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi gap/kesenjangan kinerja (Ainsworth, et al, 2002:31). Proses manajemen kinerja melakukan pendekatan yang bersifat menyeluruh (holistik) untuk mengelola kinerja yang menjadi kepentingan organisasi, karena manajemen kinerja bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam organisasi yang menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, hasil kinerja, dan manfaat serta dampak dari suatu kinerja (Wibowo, 2007:18). Dengan demikian manajemen kinerja mencakup suatu proses pelaksanaan kinerja, tentang bagaimana kinerja dijalankan.
Dengan demikian, manajemen kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan, melakukan pengembangan dan perbaikan secara berkelanjutan atas kinerja, disamping keterkaitannya dengan penciptaan budaya dimana pembelajaran dan pengembangan organisasi dan individu. Proses tersebut sudah tentu terdiri dari langkah-langkah yang menurut Ainsworth, et al., (2002:32) langkah-langkah tersebut merupakan suatu siklus yang berjalan secara terus menerus, yang bila digambarkan nampak sebagai berikut :
Performance Planning |
Corrective and adaptive action |
Regular review and discussion of performance |
Evaluate performance |
Formal performance review discussion (include self-assesment annually |
Identify performance improvement and development needs and agreed on improvement and development plan annually |
Action taken to achieve individual goals and targets |
Action taken to implement performance improvement and development plan |
Establish, agree to and commit to performance objectives, goals and targets annually |
Mutually review progress against objectives on an agreed regular basis quarterly |
Reward |
Regular feedback |
Regular feedback |
Regular feedback |
Regular feedback |
Gambar 5.3. The Performance Management Cycle
(Sumber: Ainsworth, et al., 2002:32)
Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam Manajemen kinerja. Dalam tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan melalui komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan pegawai/karyawan. Dalam perencanaan kinerja dirancang kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk melakukan hal tersebut, menurut Wibowo (2007:35) diperlukan penyediaan sumber daya yang diperlukan serta waktu untuk melakukannya.
Setelah rencana kinerja tersusun dan disepakati bersama oleh pimpinan dengan pegawai, tahapan berikutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen kinerja adalah riview kinerja serta mendiskusikannya. Riview kinerja ini dimaksudkan untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan pegawai telah sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan dengan cara pimpinan dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana kinerja, dan bila ditemukan berbagai masalah maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama, sehingga perbaikan yang diperlukan didasarkan pada hasil pemikiran bersama antara pimpinan dengan pegawai. Riview dan diskusi kinerja sangat penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja, mengidentifikasi bantuan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja yang ditetapkan masih relevan atau perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, et.al, 2002:33).
Penyesuaian dalam manajemen kinerja merupakan hal penting sebagai upaya untuk terus menerus memperbaiki kualitas kinerja, apalagi jika mengingat pada perubahan lingkungan organisasi yang amat cepat berubah baik dalam lingkungan internal maupun eksternal, sehingga adaptasi terhadapnya jelas memerlukan penyesuaian yang cepat dan tepat, agar organisasi dan kinerja pegawai dapat selalu memenuhi tuntutan yang berubah tersebut
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja. Evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment) maupun oleh pimpinan. Pimpinan perlu menggali data dan informasi yang akurat berkaitan dengan kinerja pegawai, dan tahapan riview dapat memberi gambaran akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi penilaian kinerja.
Namun demikian penyesuaian itu tidak menjadi akhir dari manajemen kinerja, sebab diperlukan langkah berikutnya yakni evaluasi terhadap kinerja yang telah disesuaikan. Oleh karena itu tahapan berikutnya adalah tindakan koreksi dan penyesuaian kembali, dalam tahapan ini tindakan untuk memperbaiki kinerja dengan acuan rencana menjadi hal penting, namun demikian upaya untuk melakukan penyesuaian kembali juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan upaya lanjutan dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini perlu dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja sesuai dengan hasil evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi yang terus meningkan dalam era perubahan dewasa ini.
Sementara itu Lansbury dalam Stone (1991:91) mengemukakan proses manajemen kinerja sebagai berkut :
Organizational Planning |
Individual Planning |
Action to improve performance · of individual · of the Organization |
Appraising and councelling · In term of performance · In regard to needs |
Riview and Evaluation · of Objective · of Performance |
Gambar 5.3. The Process of Performance Management
(Sumber Lansbury dalam Stone (1991:91)
dari bagan tersebut nampak bahwa pada prinsipnya proses manajemen kinerjas selalu dimulai dengan tahapan perencanaan kinerja sebagai dasar untuk melihat, meriview dan mengevaluasi kinerja dan kemudian upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna mencapai tujuan dan target kinerja sesuai dengan perencanaan kinerja yang telah ditetapkan serta tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam internal organisasi maupun dari lingkungan eksternal.
Dalam implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja individu dan organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan pada efektivitas manajemen kinerja, apabila terjadi ketidak sinkronan, maka riview dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja pegawai tidak dapat dilakukan, sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara pimpinan dan pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara dini mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan berdampak pada kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak dapat dicapai
d. Penilaian Kinerja
Kinerja baik secara individu maupun organisasi mempunyai peran yang besar dalam keberlangsungan organisasi menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat, setiap organisasi perlu memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya kinerja organisasi. Dengan demikian perhatian pada kinerja harus menjadi fokus dan semangat organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Peter F Drucker yang dikutif oleh V.P. Michael (1989:30) “The focus of the organization must be on performance. The first requirement of the spirit of organization is high performance standard, for the group as well as for each individual”
Untuk itu organisasi perlu memahami bagaimana kondisi kinerja pegawai untuk dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan bagi kepentingan organisasi, untuk itu diperlukan suatu penilaian kinerja dalam rangka tersebut. Penilaian Kinerja merupakan tahapan penting dalam manajemen kinerja sustu organisasi, dalam tahapan ini dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan dasar bagi kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan Sumberdaya Manusia, baik itu kebijakan penggajian, promosi, demosi dan sebagainya. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna menilai prilaku pegawai dalam pekerjaannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan para pakar :
Tabel 5.5. Pendapat Para Pakar tentang Penilaian kinerja
No | Pengertian k Penilaian inerja | Pendapat |
1. | “Performance appraisal may be defined as a process of arriving at judgement about an individual’s past or present performance against the background of his/her environment and about his/her future potential for an organization”, | Castetter (1996:270) |
2. | “evaluasi kinerja adalah proses dimana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, seberapa baikah kinerja seseorang karyawan pada suatu periode tertentu ?” | Robert Bacal (2001:113) |
3. | Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja) adalah suatu sistem yang dugunakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana seorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan, lebih lanjut menyatakan bahwa | John Suprihanto (2000:1) |
4. | Performance appraisal is a formal management system that provides for the evaluation of the quality of individual’a performance in an organizatioan | Dick Grote (2002:1) |
5. | Performance appraisal is the process of determining how well individuals are meeting the work requirements of their job | Rothwell (2005:193) |
Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa penilaian kinerja pada dasarnya merupakan langkah yang diperlukan untuk mengetahuai kondisi kinerja pegawai. Pengetahuan ini akan sangat membantu dalam mengelola dan memanfaatkan pegawai dan mengembangkannya untuk pencapaian tujuan organisasi. Dengan penilaian kinerja dapat diketahui bagaimana prestasi kerja pegawai, kinerja yang terjadi, serta potensi-potensi yang mungkin dapat dikembangkan bagi kepentingan organisasi.
Dengan demikian, penilaian Kinerja atau penilaian prestasi kerja merupakan langkah penting dalam melihat suatu kondisi organisasi serta orang-orang yang berada di dalamnya, sehingga dapat diperoleh informasi penting bagi pengembangan organisasi baik secara individual maupun kelembagaan. Secara umum perlunya penilaian kinerja menurut Gary Dessler (1998:2) adalah untuk memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan gaji dan memberi peluang untuk meninjau prilaku yang berhubungan dengan kinerja bawahan/pegawai. Adapun tujuan dari penilaian kinerja Castetter (1996:277) menyatakan sebagai berikut :
“most of the purpose of evaluation can be grouped into the five following categories:
(a) determine personnel employment status
(b) implement personnel action
(c) improve individual performance
(d) achieve organizational goals, and
(e) translate the authority system into control that regulate performance
Mengetahui kondisi yang ada dari kinerja pegawai serta bagaimana meningkatkan kinerja mereka merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat mengelola Sumber Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat ditentukan pengembangan SDM yang bagaimna yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai.
Sementara itu menurut Ahmad S Ruky (2001:20-21) penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu maupun sebagai kelompok.
2. Mendorong kinerja Sumber Daya Manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja.
4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna.
5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan gajinya atau imbalannya
6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya
lebih lanjut menurut Wayne F. Cascio (dalam Sahlan Asnawi,1999:145) sebagaimana dikutif oleh Sahlan Asnawi penilaian Kinerja bertujuan :
1. sebagai dasar pemberian reward and punishment
2. sebagai kriteria dalam riset personil
3. sebagai prediktor
4. sebagai dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training
5. sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri
6. sebagai bahan kaji bagi organisasi dan pengembangannya
dengan demikian penilaian kinerja dalam setiap organisasi mutlak diperlukan, karena akan mendorong peningkatan kualitas organisasi serta unsur-unsur di dalam organisasi yang bersangkutan. Evaluasi atau penilaian Kinerja dapat menjadi landasan penting bagi upaya meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat menjadi umpan balik atas kinerja untuk melihat hubungannya dengan tujuan dan sasaran sebagaimana dikemukakan oleh para akhli dari LAN bahwa
evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja di masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas di masa mendatang. Sebagai suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (2001:6)
dengan memahami uraian di atas nampak bahwa masalah kinerja merupakan hal yang sangat penting untuk mendapat perhatian sungguh-sungguh dalam setiap organisasi. Untuk itu posisi penilaian kinerja menjadi sangat penting sebagai upaya untuk memahami kondisi kinerja aktual dalam perbandingannya dengan kinerja seharusnya yang diharapkan oleh suatu organisasi, dan untuk melaksanakan penilaian kinerja dengan baik diperlukan persyaratan tertentu dimana Cascio (dalam Glueck, 1982:393) mengemukakan delapan persyaratan agar evaluasi kinerja dapat berhasil dengan baik yaitu :
1. Appraisal should be based on analysis of job requirements and performance standards
2. Performance standards must be behaviourally based
3. They must be understood by employees
4. Each performance dimension should contain only homogeneous activities so as to minimize overlap among dimension
5. Abstract trait names should be avoided
6. scale anchors should be brief and logically consistent
7. The system must be validated
8. A mechanism for employee appeal must be provided
Suatu hal yang sangat penting dalam penilaian kinerja adalah obyektivitas, artinya penilaian tidak boleh didasarkan pada suka tidak suka melainkan harus mengacu pada suatu yang obyektif dan baku, untuk itu diperlukan penentuan standar atau ukuran-ukuran kinerja yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja.
Dalam mewujudkan kinerja yang baik diperlukan evaluasi, baik evaluasi proses ataupun evaluasi hasil akhir, dan agar penilaian kinerja itu dapat mencapai tujuannya, maka dalam pencapaian tersebut diperlukan pedoman-pedoman yang merupakan dasar bagi penilaian agar diperoleh tingkat obyektifitas yang baik. Dengan demikian untuk mengetahui kualitas kinerja seorang pegawai atau karyawan diperlukan suatu performance appraisal atau penilaian kinerja, dan hal ini dapat dilakukan bila ada standar kinerja sebagai dasar agar dapat diketahui perbandingan antara kinerja aktual dengan kinerja yang ideal (seharusnya). Standar kinerja dimaksudkan untuk menjaga agar penilaian kinerja yang dulakukan dapat bersifat objektif.
Lebih jauh agar obyektivitas dalam penilaian kinerja dapat tercipta, maka perlu dihindari beberapa kesukaran dalam pelaksanaannya yaitu :
1. kekurangan standar
2. standar yang tidak relevan atau subyektif
3. standar yang tidak realistis
4. ukuran yang jelek atas kinerja
5. kesalahan menilai
6. umpan balik yang jelek terhadap karyawan
7. komunikasi yang negatif
8. kegagalan untuk menerapkan data evaluasi (Gary Dessler. 1998:4)
apabila masalah-masalah seperti tersebut di atas dapat dihindari, maka pelaksanaan penilaian kinerja dapat dipertanggung jawabkan dalam segi keobyektifannya, serta tujuan dilaksanakannya penilaian kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat diperoleh manfaat yang besar bagi peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.
E. Pengembangan Kinerja
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya untuk mencapai peningktan yang terus menerus dalam kinerja baik kinerja individu pegawai maupun kinerja organisasi, maka upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada akhirnya harus dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan kinerja antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan target kinerja yang telah ditentukan. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan peran organisasi serta perubahan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sebagai dampak dari globalisasi dewasa ini, jelas memerlukan respon organisasi untuk secara terus menerus melakukan peninjauan akan rencana dan target kinerjanya, agar respons organisasi terhadap semua itu akan tepat dan efektif, sehingga peran organisasi akan tetap dirasakan secara lebih baik dan meningkat oleh masyarakat.
Dengan demikian, maka diperlukan upaya organisasi untuk terus menerus mengembangkan kinerja pegawai agar dapat mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan kinerja pegawai ini harus merupakan suatu keterkaitan dengan tujuan dan strategi organisasi. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai perlu dilakukan dalam bingkai organisasi yang dapat mengkondisikan dan mendorong terjadinya proses pengembangan dan peningkatan kinerja individu pegawai. Pengembangan kinerja individu pegawai harus merupakan penjabaran dari rencana strategi organisasi agar arah dan tujuan serta target kinerja yang ingin dicapai dan dikembangkan menjadi bagian yang terintegrasi dengan tujuan organisasi.
Pengembangan Kinerja Sumber daya Manusia dalam organisasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan, Zwell (2000:287) berpendapat bahwa siklus proses pengembangan kinerja terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap perencanaan kinerja, tahap eksekusi yang mencakup monitoring perkembangan, coaching, supervisi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian atas hasil kerja, sementara itu menurut Rampersad (2003:144) Pengembangan merupakan suatu siklus yang terdiri dari Result Planning, Coaching, Appraisal, dan Job-oriented Competence Development, yang bila digambarkan nampak sebagai berikut :
Job-oriented Competence Development |
Appraisal |
Coaching |
Result Planning |
Gambar 5.4. Siklus Pengembangan
(Sumber: Rampersad 2003)
Perencanan hasil berkaitan dengan kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan kinerja dan pemilihan kompetensi yang mendukung pada kinerja tersbut. Coaching adalah kerjasama antara pimpinan dan pegawai untu mendiskusikan kemajuan pegawai, melakukan bimbingan individual, pengujian dan penyesuaian persetujuan, serta pemberian umpan balik. Penilaian dimaksudkan untuk melihat apakan seluruh kesepakatan terpenuhi. Pengembangan kompetensi yang berorientasi pekerjaan adalah tahapan dimana pengembangan kompetensi pegawai dilakuakkan melalui berbagai kegiatan seperti kursus-kursus atau pelatihan dalam pekerjaan atau kegiatan lain yang merupakan program pengembangan pegawai.
Dengan melihat pada pentingnya pengembangan pegawai bagi peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan, maka upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai secara individual perlu menjadi bagian dari strategi organisasi, oleh karena itu aplikasi dari manajemen kinerja dalam organisasi harus dapat memungkinkan kondusifitas organisasi bagi terjadinya pengembangan yang berkesinambungan. Menurut Enos (2000:54) titik awal (starting point) dari upaya pengembangan dan peningkatan kinerja adalah perlunya menjadikan organisasi sebagai pembelajar (Learning Organization), pentingnya pembelajaran dalam konteks pengembangan dan peningkatan kinerja juga dikemukakan oleh Rampersad (2003) dalam bukunya Total Performance Scorecard (TPS) yang menyatakan bahwa terdapat tiga komponen penting dalam TPS yaitu Perbaikan, Pengembangan dan Pembelajaran. Ketiga komponen tersebut amat penting dalam upaya mendorong pada terwujudnya kinerja organisasi dan kinerja individu yang tinggi, yang berarti bahwa organisasi perlu mempunyai orientasi pada pembelajaran yang tinggi, karena baik peningkatan maupun pengembangan semuanya melibatkan aktivitas belajar.
Dengan demikian maka pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik secara individu maupun organisasi. Organisasi pembelajar adalah organisasi yang seluruh anggotanya mempunyai orientasi pada pembelajaran sehingga pembelajaran terjadi dari mulai tingkatan individu sampai ke tingkatan organisasi. Dengan terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya pengembangan dan perbaikan kinerja individu pegawai akan menjadi bagian dari sikap dan prilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena semua anggota organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan peran dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam organisasi.
Terwujudnya organisasi pembelajar pada dasarnya merupakan kondisi yang menjadi prasarat bagi pengembangan dan peningkatan kinerja individu pegawai, sebab peran individu itu sendiri di dalamnya akan juga menentukan pada keberhasilannya. Menurut Enos (2000:131) peran individu pegawai dalam pengembangan kinerjanya amat penting untuk diperhatikan, sebab setiap program peningkatan kinerja hendaknya mendorong upaya untuk mengembangkan individu, sehingga individu akan menyadari tentang perlunya pengembangan kinerjanya dan tentang apa dan bagaimana mengembangkan dan meningkatkannya. Disamping itu perhatian pada individu pegawai juga perlu agar dapat menghubungkan antara tujuan individu pegawai dengan tujuan organisasi, dengan keterhubungan ini, individu pegawai akan makin terdorong untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya.
Pengembangan kinerja individu yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang yang tepat, secara umum, Enos (2000:136) mengemukakan Garis-garis besar sistem manajemen kinerja yang dirancang dengan baik (well-designed performance management system) yang meliputi : 1) pernyataan yang jelas akan tujuan organisasi/tim yang memungkinkan kinerja individu terarah pada tujuan serta sebagai dasar evaluasi kinerja; 2) identifikasi yang jelas akan kompetensi utama yang diperlukan oleh pekerjaan; 3) manajemen kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi dalam mengembangkan kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4) melakukan feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5) organisasi hendaknya menyediakan kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai yang dapat mendukung pada tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance)
Upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan organisasi yang tidak pernah berakhir, ini disebabkan pengembangan dan peningkatan kinerja tidak hanya dilakukan jika terjadi kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan, tapi juga pengembangan dan peningkatan tersebut harus tetap dilakukan meskipun tidak terjadi kesenjangan, sebab perubahan lingkungan eksternal organisasi yang sangat cepat dewasa ini akan mendorong pada meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan Strategi pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai yang berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan nampaknya perlu mendapat perhatian dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja, namun hal yang akan menentukan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan adalah bagaimana organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan pembelajaran dalam organisasi, oleh karena itu strategi pengembangan organisasi ke arah organisasi pembelajar (Learning Organization) menjadi amat penting agar pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kondisi organisasi yang demikian akan dapat memberikan dorongan untuk terjadinya proses pengembangan kinerja pegawai yang efektif, karena kondisi tersebut merupakan salah satu fondasi bagi pengembangan kinerja (Zwell, 2000:287; Ivancevich, 2007:401).
F. Pengembangan Kinerja Guru
Sebagai suatu organisasi, dalam Sekolah terdapat kerja sama kelompok orang (kepala sekolah, guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama ingin mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen yang ada di sekolah merupakan bagian yang integral, artinya walaupun dalam kegiatannya melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing tetapi secara keseluruhan pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi sekolah. Sebagai salah satu anggota Organisasi Sekolah, Tenaga pendidik/guru menduduki peran yang amat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan
Sebagaimana diketahui, Salah satu bidang penting dalam Administrasi /Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”
ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di sekolah, dan diantara SDM tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja Pendidik/Guru dalam proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada kualitas lulusannya
Seorang guru mau menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia mempersiapkan diri dengan kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang dituntut oleh organisasi (sekolah). Dan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, kualitas kinerja mereka merupakan suatu kontribusi penting yang akan menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di Sekolah. Oleh karena itu perhatian pada pengembangan kinerja guru untuk terus meningkat dan ditingkatkan menjadi hal yang amat mendesak, apalagi apabila memperhatikan tuntutan masyarakat yang terus meningkat berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan hal ini tentu saja akan berimplikasi pada makin perlunya peningkatan kualitas kinerja guru.
Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut.
Dengan pemahaman mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, maka akan nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada dasarnya merupakan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pengajar dan pendidik di sekolah yang dapat menggambarkan mengenai prestasi kerjanya dalam melaksanakan semua itu, dan hal ini jelas bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, tanpa memiliki keahlian dan kwalifikasi tertentu sebagai guru. Kinerja Guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks sekarang ini memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang lebih inovatif, kinerja inovatif guru menjadi hal yang penting bagi berhasilnya implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran.
Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru. Menurut McCall (1994:183-185) hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam memperbaiki pembelajaran adalah :
· Focus first on the students and are very attentive to who they are
· Know that bare wall are teachers but walls covered with interesting and colourful materials are better teachers…. More interested in the quality of learning than in the quantity of information ingested and regurgitated
· Try to use fresh materials instead of second-hand commercial stuff
· Engage other teachers in the constant search for new and fresh material
· Are noted for taking their students seriously but not themselves
Upaya untuk memperbaiki secara terus menerus kualitas pembelajaran perlu menjadi suatu sikap profesional sebagai pendidik, ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan hal-hal yang inovatif mesti menjadi konsern guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan demikian, kreativitas dan kinerja inovatif menjadi amat penting, terlebih lagi dalam konteks globalisasi dewasa ini yang penunh dengan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga Kinerja inovatif termasuk bagi guru perlu terus di dorong dan dikembangkan, terlebih lagi bila mengingat berbagai tuntutan perubahan yang makin meningkat.
Dengan mengacu pada uraian tentang kinerja inovatif sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka yang dimaksud kinerja inovatif (Innovative Performance) guru adalah kinerja yang dalam melaksanakannya disertai dengan penerapan hal-hal baru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, ciri kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau kegiatan kinerja yang harus dilaksanakan oleh guru, sedangkan inovatif merupakan sifat yang menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas dengan inovatif atau dengan memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru, baik berupa ide, metode, maupun produk baru dalam melaksanakan pekerjaan guna meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran
Dengan pemahaman seperti itu, maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja yang menerapkan hal-hal baru dalam meksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru tersebut, oleh karena itu, maka pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat dalam konteks pelaksanaan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan guru sebagai pendidik di sekolah
a. Guru dalam proses Pembelajaran
Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga Pendidik pada Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut Guru. Meskipun sama-sama sebagai Pendidikan namun peran dan fungsi mereka sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Undang-undang Guru dan Guru Nomor 14 tahun 2005. dalam Bab 1 Pasal 1 Undang-undang Guru disebutkan sebagai berikut :
”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”
Dari pengertian di atas nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga pendidik termasuk Guru nampak menunjukan konsern yang makin meningkat, sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada tambahan imbalan jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas. Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
kutipan Undang-undang tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dsarnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di sekolah, dimana aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan oleh guru, disamping pengembangan profesional sebagai pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik serta sebagai fihak yang cukup dominan dalam proses pembelajaran.
Guru merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian khusus sebagai pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, dengan mengingat tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu dilakukan secara inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan masyarakat yang cepat serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam bidang pendidikan.
Meskipun pendekatan dalam pembelajaran dewasa ini menitik beratkan pada belajar siswa (student-centered learning), namun hal itu tidak berarti peran guru dalam proses pembelajaran menjadi tidak penting, bahkan dalam kenyataannya hal itu justru akan makin menuntut kemampuan guru untuk mendorong terjadinya belajar siswa melalui berbagai cara baru (inovasi) agar dalam mengelola pembelajaran dapat menciptakan situasi kondusif bagi berkembangnya belajar siswa secara optimal.
Dengan demikian, dalam proses pembelajaran/belajar mengajar, peran Guru amat penting dalam mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif bagi pencapaian tujuan pendidikan, secara sederhana dalam suatu kegiatan pendidikan/pembelajaran seorang Guru mempunyai tugas untuk melaksanakan perencanaan tentang apa dan bagaimana suatu proses pembelajaran, dengan rencana tersebut kemudian guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas, dalam proses ini guru menentukan strategi, metoda, serta media pembelajaran yang digunakan guna menciptakan proses pembelajaran yang efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Langkah berikutnya adalah evaluasi sebagai cara untuk mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk kompetensi-kompetensi siswa yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian secara sederhana model proses pembelajaran dimana guru berperan di dalamnya dapat di lihat dalam gambar berikut :
Mengajar |
Rencana Evaluasi |
GURU |
Belajar |
SISWA |
TUJUAN |
Gambar 5.5. Model Elementer Proses Belajar Mengajar
(Sumber Abin Syamsuddin Makmun, 2001:155)
gambar di atas menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran/pendidikan terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru yaitu : menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pengajaran/mengajar, dan melakukan evaluasi atas hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penyusunan rencana pembelajaran merupakan langkah persiapan yang dilakukan guru sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas. Perencanaan yang baik merupakan langkah penting yang akan menentukan terhadap proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu langkah pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran dalam konteks interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini disamping ditentukan oleh perencanaan juga dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hasil peroses pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini merupakan bahan penting untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Proses yang dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan umum yang dalam kenyataannya cukup kompleks dan bersifat interaktif dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas suatu proses pembelajaran. Sebagai suatu bentuk interaksi edukatif, pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh bagaimana guru melaksanakan tugasnya dalam suatu siklus proses pembelajaran, namun juga terdapat faktor lain, berkaitan dengan berbagai input dalam suatu kegiatan pembelajaran sebagaimana terlihat dalam gambar berikut ini
Kapasitas (IQ) Bakat Khusus Motivasi n-Ach Minat Kematangan Kesiapan Sikap Kebisaaan Dan lain-lain |
Guru dan lain-lain |
Metode Teknik media |
Bahan Sumber |
Program tugas |
Prilaku Kognitif Perilaku Afektif Perilaku Psikomotor |
Raw Input (Siswa) |
PBM |
Expected output |
Instrumental Input (sarana) |
Environmental Input (Lingkungan) |
Sosial |
Fisik |
Cultural |
Dan lain-lain |
Gambar 5.6. Komponen-komponen dalam Pembelajaran
(Sumber Abin Syamsuddin Makmun, 2001:165)
Dari gambar di atas menunjukan bahwa Proses Belajar Mengajar/Proses Pembelajaran melibatkan banyak input yang semuanya akan berpengaruh pada efektivitas pelaksanaannya. Input Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran membawa di dalam dirinya berbagai karakteristik individu yang akan berpengaruh dalam interaksi edukatif dalam proses pembelajaran, input instrumental dimana guru akan berperan penting di dalamnya juga akan ditentukan oleh bagaimana program pembelajaran, penggunaan metoda, media, serta bahan ajar dipergunakan dalam menciptakan proses pembelajaran. Disamping itu input lingkungan seperti kondisi fisik, kondisi sosial dan budaya juga tidak dapat diabaikan karena hal itu juga akan menentukan pada kualitas pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Faktor-faktor input tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pada kualitas output yang diharapkan.
Dalam proses pembelajaran tersebut dengan berbagai faktor yang berpengaruh, guru sebagai pendidik harus mendesain/merekayasa kegiatan/proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mengelola pembalajaran memerlukan perubahan yang terus menerus mengingat faktor-faktor input yang terus mengalami perubahan, sehingga kinerja guru sebagai pendidik dalam proses pembelajaran perlu terus mengembangkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.
Prubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik melalui input maupun lingkungan masyarakat secara keseluruhan menuntut pada kemampuan guru yang makin meningkat dalam melaksanakan tugasnya. Guru perlu mengembangkan berbagai cara baru yang dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik, inovasi dalam melaksanakan tugas tersebut manjadi pendorong untuk melaksanakan tugas pendidikan secara inovatif. Dengan demikian upaya merekayasa pembelajaran secara terus menerus sesuai perkembangan yang terjadi menjadi syarat penting guna menciptakan pembelajaran yang efektif.
4 Kegiatan Belajar |
7A Dampak Pembelajaran |
7 Hasil Belajar |
7B Dampak Pengiring |
5 Tindak Mengajar Guru : Pembelajaran di Kelas |
6 Tindak belajar Siswa : Siswa mengalami Proses Belajar |
1 G u r u |
Rekayasa Pembelajaran |
Perkembangan Siswa sesuai asas emansipasi menuju keutuhan dan kemandirian |
Kurikulum yang berlaku |
3 Desain Instruksional |
2 S i s w a |
Gambar 5.7. Rekayasa Pembelajaran Guru dan Tindak belajar Siswa
(Sumber Dimyati dan Mudjiono 1999. diadaptasi dari Winkle, 1991Biggs&Telfer, 1987, Monks, Knoers&Siti Rahayu Haditono, 1989)
Dalam melakukan rekayasa pembelajaran banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar hal tersebut dapat selalu sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran, tidak hanya sekedar melakukan perubahan yang tidak mengarah pada pencapaian efektivitas pendidikan dan pembelajaran. Berikut ini akan digambarkan komponen-komponen dalam rekayasa pembelajaran :
Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses belajar secara efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka memiliki motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan tidak mudah terkontrol, maka seorang guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu mendengar, dan bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian harapan yang positif untuk peningkatan motivasi belajar.
Seperti dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta produktifitas tidak dapat terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam operasionalisasi pendidikan di sekolah. Dengan demikian, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah hanya menggantungkan diri pada usaha pemberian program pengajaran semata-mata. Program tersebut perlu didukung oleh motivasi, system pengelolaan, administrasi dan supervisi pendidikan. Dan sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan proses pendidikan dapat mencapai hasil yang optimal bila perhatian pimpinan lebih banyak dipusatkan kepada guru. Guru dalam hal ini hanya merupakan pelaksana operasionalisasi program pendidikan, namun demikian dalam berkinerja, guru dapat mengembangkan inovasi dalam melaksanakan tugasnya, ini berarti kinerja inovatif merupakan hal yang penting.
Pihak manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam suatu proses pendidikan/pembelajaran. Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi tinggi dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak. Menurut Bransford et.al (dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49), dalam melaksanakan tugasnya guru dapat mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts), perbedaan kedua hal tersebut adalah :
“Routine experts develop a core competencies that they apply throughout their lives with greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”.
keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang, semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik/pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran yang menitik beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga mengembangkan kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam kondisi yang demkian diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang optimal sebagaimana terlihat dalam gambar berikut:
Frustrated Novice |
Adaptive Expert |
Routine Expert |
Efficiency |
Optimal Adaptability Corridor |
Gambar 5.8. Dimensi Adaptive expertise
(Sumber, Bransford et.al dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49)
Kinerja inovatif guru, yakni kinerja dengan mengembangkan cara baru melalui pengembangan kreatifitas dalam melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran.
Perlunya kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan berbagai kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down), namun yang lebih penting adalah tumbuh dan berkembangnya krativitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu tuntutan perubahan menjadikan peran guru dituntut kreatif inovatif, dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini diperlukan output pendidikan yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang penting dalam menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan suatu pembelajaran/pengajaran yang kreatif-inovatif. Menurut pendapat Wayne Morris (2006)
“Creative teaching may be defined in two ways: firstly, teaching creatively and secondly, teaching for creativity. Teaching creatively might be described as teachers using imaginative approaches to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. Teaching for creativity might best be described as using forms of teaching that are intended to develop students own creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that teaching for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot develop the creative abilities of their students if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”.
Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh karena itu kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi dalam situasi perubahan yang sangat cepat, di samping kepemimpinan Kepala Sekolah juga motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.
b. Guru dalam pengembangan profesi
Guru merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebagai suatu profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan dan peningkatan kompetensi merupakan hal penting yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dalam Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan bahwa salah satu tugas guru adalah meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hal ini mengandung arti bahwa kinerja guru dalam pengembangan profesi menjadi gambaran akan pelaksanaan tugas yang berorientasi ke depan sebagai dasar yang perlu untuk menghadapi berbagai tantangan perubahan sebagai akibat dari Globalisasi. Untuk lebih memahami makna pengembangan profesi, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang konsep prosesi
· Makna Profesi
Secara etimologi, profesi berasal dari istlah bahasa inggris profession atau bahas latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengakuan dari siapa?, dari diri sendiri, dari orang lain atau dari lembaga profesi. Kalau pengakuan itu datang dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah kemampuan yang diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu tidak lebih dari sebuah kesombongan?. Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-riak air yang sesungguhnya mengimplisistkan kedangkalan derajat profesional penyandang profesi itu? Apakah benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuan itu.
Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang dikaim sebagai keahliannya. Akan tetapi , pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu (Danim, 2002:21).
Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakuknya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual (Danim, 2002:21). Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis akademis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi (sekarang ini).
· Ciri Profesi
Dari sudut sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secar utuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata, tidak dalam realita. Karena sifatnya hanya sebuah abstraksi. Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.
Menurut Shulman (1998) dalam Hammond & Bransford (ed) (2005:12) terdapat six commonplace (enam ciri yang lazim) yang didukung oleh seluruh profesi yaitu :
· Service to society, implying an ethical and moral commitment to clients
· A body of scholarly knowledge that forms the basis of the entitlement to practice
· Engagement to practical action, hence the needs to enact knowledge in practice
· Uncertainty caused by the different needs of clients and the non routine nature of problems, hence the need to develop judgement in applying knowledge
· The importance of experience in developing practice, hence the need to learn by reflecting on one’s practice and its outcomes, and
· The development of professional community that aggregate and share knowledge and develops professional standards
· Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan professional (professional development) merupakan Pengembangan kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut Maggioli, (2004:5) Professional development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune their teaching to meet student needs . pengembangan profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125) berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional dapat memberikan kontribusinya melalui hal-hal berikut :
· improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member
· organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and
· focused, coherent and sustained staff and student learning
Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi pendidik/guru, yang nantinya akan dapat memperbaiki secara terus menerus proses pembelajaran.
Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional, melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)
”The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to observe and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and materials, and to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues student convey”
hal tersebut sejalan dengan tuntutan terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut upaya peningkatan terus menerus
Pengembangan profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kompetensi tersebut. Inovasi Pembelajaran (Depdiknas,2007:2) apabila dilaksanakan secara berkesinambungan akan berdampak sebagai berikut :
· Kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat
· Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta didik
· Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam pembelajaran dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan
dengan demikian peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif, karena inovasi pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau inovasi lainnya yang dapat menunjang pembelajaran, dan dengan semakin meningkatnya kualitas pembelajaran harapan dan tujuan untuk dapat menghasilkan lulusan yang makin berkualitas dan siap serta mampu dalam menghadapi persaingan akan dapat terwujud.
Pengembangan kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Performance Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance Based Performance Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan pengembangan kinerja melalui peningkatan kemampuan pegawai/guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran dan tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja melakukan pengembangan pegawai/guru melalui implementasi praktek-praktek terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya.
G. Rangkuman
Pengembangan kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitqn dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan memperkuat kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut kualitas proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin bermutu
H. Riview
Lakukan analisis dan penjelasan berdasarkan materi yang sudah dipelajari atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Jelaskan makna Kinerja dan Kinerja Guru?
2. Jelaskan dan uraikan model-model Kinerja ?
3. Jelaskan makna menajemen Kinerja?
4. Jelaskan makna dan fungsi penilaian kinerja ?
5. Jelaskan Peran dasar Guru dalam proses Pembelajaran ?
6. Jelaskan makna Profesi dan profesi Guru?
7. Jelaskan apa yang dimaksud drngan Pengembangan Profesi Guru ?
8. Jelaskan fungsi dari pengembangan profesi guru ?
9. jelaskan menurut pendapat saudara mengapa guru dapat dipandang sebagai suatu profesi ?
10. Jelaskan mengapa saudara berkeinginan menjadi Guru, jika Ya, dan jelaskan pula jika tidak ?
This entry was posted on Kamis, 02 Desember 2010 at Kamis, Desember 02, 2010 and is filed under Pendidikan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.